Disusun Oleh Niko Arif Zulkarnaen/18.180 M Nurfauzan Muttaqien/18.028 Rosyade Ariq Fepiosandi/18.164 Taruna Akademi Kepolisian Tk IV ARTIKEL...
Disusun Oleh
Niko Arif Zulkarnaen/18.180
M Nurfauzan Muttaqien/18.028
Rosyade Ariq Fepiosandi/18.164
Taruna Akademi Kepolisian Tk IV
ARTIKEL, KOMPASPOS.COM - Perkembangan dan Pembangunan di Indonesia yang cukup pesat kalau tidak disebut sebagai perkembangan dan pembangunan yang sangat maju tentunya mempunyai dampak yang positif atau yang negatif terutama dalam hal hak-hak seseorang baik yang asasi maupun yang derivative, oleh karenanya masyarakat dituntut untuk mengetahui, mampu menjaga dan melaksanakan hak-haknya itu.
Banyak sekali masyarakat yang tidak tahu tentang hak-hak yang menjadi haknya termasuk tidak mengetahui kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakannya, banyak masyarakat yang masih terabaikan hak-haknya sebagai manusia. Sebagai bangsa yang berbudaya dan berdaulat kita harus mampu menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta menegakkan Hak Asasi Manusia. Dengan banyaknya permasalahan dan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia maka negara kita masih harus merevitalisasi paradigma tentang Hak Asasi Manusia itu sendiri karena kebanyakan masyarakat indonesia pada umumnya masih kurang sekali terhadap pemahaman tentang hak-hak mereka. Kurangnya pengetahuan, pemahaman dan kesadaran akan Hak Asasi Manusia Itu yang nantinya akan menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia.
Hak asasi manusia adalah masalah lokal sekaligus masalah global, yang tidak mungkin diabaikan dengan dalih apapun termasuk di Indonesia. Implementasi hak asasi manusia di setiap negara tidak mungkin sama, meskipun demikian sesungguhnya sifat dan hakikat hak asasi manusia itu sama. Adanya hak asasi manusia menimbulkan konsekuensi adanya kewajiban asasi, di mana keduanya berjalan secara paralel dan merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Pengabaian salah satunya akan menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia atas hak asasi manusia yang lain. Implementasi hak asasi manusia di Indonesia, meskipun masih banyak kasus pelanggaran hak asasi manusia dari yang ringan sampai yang berat dan belum kondusifnya mekanisme penyelesaiannya, tetapi secara umum baik menyangkut perkembangan dan penegakkannya mulai menampakkan tanda-tanda kemajuan pada akhir-akhir ini. Hal ini terlihat dengan adanya regulasi hukum Hak Asasi Manusia melalui peraturan perundang-undangan serta dibentuknya Pengadilan Hak Asasi Manusia dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi.
Sudah menjadi hal yang salah kaprah bahwa setiap hak yang ada pada diri manusia dianggapnya sebagai hak asasi. Banyak sekali masyarakat kita yang tidak bisa membedakan mana yang disebut sebagai hak asasi dan mana yang bukan hak asasi. Dari banyaknya kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di Indonesia, seperti kasus Lapindo yang menganggap telah terjadi pelanggaran setidaknya ada lima belas (15) hak yang terlanggar yaitu hak hidup, hak atas rasa aman, hak atas informasi, hak pengembangan diri, hak atas perumahan, hak atas pangan, hak atas kesehatan, hak atas pekerjaan, hak pekerja, hak atas pendidikan, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak atas kesejahteraan, hak atas jaminan sosial, hak-hak pengungsi. Kasus Aceh berkaitan dengan Gerakan Aceh Merdeka, Gerakan Papua Merdeka, Penanganan terhadap orang-orang yang diduga teroris yang langsung ditembak mati, ataupun penanganan terhadap orang-orang yang berkasus dari mulai penyidikan sampai pelaksanaan hukuman yang sering melanggar hak-hak saksi atau tersangka.
Banyak peraturan perundangan yang telah diproduksi oleh para pemimpin bangsa ini namun dalam prakteknya masih sering terjadi pelanggaran dan pelaksanaannya dirasa belum maksimal. Negara yang demokratis dianggap sebagai Negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Negara-negara yang umumnya sudah menjadi Negara maju relatif melaksanakan hak-hak asasi manusia secara lebih baik.
Menurut Dudi (2009), ada beberapa definisi tentang Hak Asasi Manusia. Pertama, Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia, tanpa hak-hak ini manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Kedua, Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Ketiga, Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir yang melekat pada esensinya sebagai anugerah Tuhan. Keempat, Hak Asasi adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemeritahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia, seperti tertera dalam Pasal 1 ayat 1 UU no 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Berdasarkan pengertian Hak Asasi Manusia seperti diuraikan diatas, ada beberapa sifat dasar Hak Asasi Manusia. Menurut Dudi (2009), sifat-sifat itu antara lain (1) individual: Hak Asasi Manusia melekat erat pada kemanusiaan seseorang dan bukan kelompok; (2) universal: Hak Asasi Manusia dimiliki oleh setiap orang lepas dari suku,ras, agama, Negara, dan jenis kelamin yang dimiliki seseorang; (3) supralegal: Hak Asasi Manusia tidak tergantung pada Negara, pemerintah, atau undangundang yang mengatur hak-hak ini; (4) kodrati: Hak Asasi Manusia bersumber dari kodrat manusia; (5) kesamaan derajat: kesamaan sebagai ciptaan Tuhan maka harkat dan martabat manusia pun sama.
Pengakuan Hak Asasi Manusia di Indonesia telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang sebenarnya telah lebih dahulu ada dibandingkan dengan Deklarasi PBB (Universal Declaration of Human Rights) tanggal 10 Desember 1948. Selain itu kurang lebih ada 7 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berhasil ditetapkan dalam bentuk Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang harus dijalankan oleh Presiden. Walaupun dirasa dalam GBHN dari tahun 1973 sampai GBHN 1988 dirasa belun menyentuh hukum dan hak asasi manusia secara mendalam namun unsur-unsur pelaksanaan dan perlindungan hak asasi manusia sudah ada dalam tujuan pembangunan nasional yakni: “Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan bersatu dalam suasana perikehidupan Bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis, serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai” (Komisi Hukum Nasional, 2005).
Ketetapan MPR 1998 menugaskan pada pemerintah agar disusunnya undang-undang tentang hak asasi manusia. Berdasarkan ketetapan MPR tersebut maka dibentuklah undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Hak asasi manusia yang terkandung dalam keketatapan MPR tersebut antara lain: hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak atas kebebasan informasi, hak keamanan, hak kesejahteraan, hak perlindungan dan pemajuan.
Pelaksanaan Hak Asasi Manusia di Indonesia dianggap kurang terlaksana dengan baik. Kasus-kasus yang terjadi di Indonesia seperti penanganan Aceh, Timor Timur, Maluku, Poso, Papua, Semanggi dan Tanjung Priok dianggap sebagai pelaksanaan perlindungan Hak Asasi Manusia yang belum berjalan.
Dalam rangka memberikan jaminan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan penegakkan Hak Asasi Manusia, pemerintah telah melakukan langkah-langkah antara lain: (1) pembentukan Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berdasarkan Keputusan Presiden nomor 5 tahun 1993 pada tanggal 7 Juni 1993, yang kemudian dikukuhkan lagi melalui undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; (2) penetapan Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia; (3) pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc dengan Keputusan Presiden, untuk memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum diundangkannya UndangUndang nomor 26 tahun 2000; (4) pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliaasi sebagai alternative penyelesaian pelanggaran Ham diluar Pengadilan HAM sebagaimana diisyaratkan oleh Undang-Undang tentang HAM; (5) meratifikasi berbagai konvensi internasional tentang Hak Asasi Manusia.
Sementara itu, konvensi yang telah diratifikasi berkaitan dengan penegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia adalah: (1) Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 59 tahun 1958); (2) Konvensi tentang Hak Politik Kaum Perempuan (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 68 tahun 1958); (3) Konvensi tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap Perempuan (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 1984); (4) Konvensi tentang Hak Anak ( diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 36 tahun 1990); (5) Konvensi tentang Pelarangan, Pengembangan, Produksi, dan Penyimpanan senjata biologis dan beracun serta Pemusnahannya (diratifikasi dengan Keppres nomor 58 tahun 1991); (6) Konvensi Internasional terhadap Apartheid dalam Olahraga (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 48 tahun 1993); (7) Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 5 tahun 1998); (8) Konvensi Organisasi Buruh Internasional nomor 87 tahun 1998 tentang kebebasan berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 83 tahun 1998); (9) Konvensi tentang Penghapusan semua bentuk Diskriminasi Rasial (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 29 tahun 1999); (10) Konvensi tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah Tangga).
Upaya pendekatan keamanan dengan mengedepankan upaya represif menghasilkan stabilitas keamanan yang sangat stabil namun dianggap banyak sekali menimbulkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia, hal ini tidak boleh terulang kembali, untuk itu supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan, pendekatan hukum dan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perlunya lebih memberikan Desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Perubahan paradigma dari penguasa yang menguasai dan ingin dilayani menjadi penguasa yang menjadi pelayan masyarakat dengan cara mengadakan perubahan bidang struktural, dan kultural dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Perlakuan yang sama terhadap kaum perempuan untuk menikmati dan mendapatkan hak yang sama di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan bidang lainnya, mematuhi Konvensi Perempuan sebagaimana yang telah diratifikasi dalam Undang undang No.7 Tahun 1984.
Supremasi hukum harus ditegakkan, sistem peradilan harus berjalan dengan baik dan adil, para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban tugas yang dibebankan kepadanya dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat pencari keadilan, memberikan perlindungan kepada semua orang menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum. Perlunya social control dan lembaga politik terhadap dalam upaya penegakan hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah.
Selain itu ada juga hambatan dalam upaya penegakkan Hak Asasi Manusia yang antara lain adalah: (1) kondisi poleksosbud hankam; (2) faktor komunikasi dan informasi yang belum digunakan secara maksimal dan benar; (3) faktor kebijakan pemerintah; (4) faktor perangkat perundangan; (5) faktor aparat dan penindakannya.
Dalam kondisi poleksosbudhankam, kondisi perpolitikan di Indonesia yang masih belum menuju ke arah demokratis yang sebenarnya mempunyai andil yang besar terhadap pelanggaran hakhak asasi manusia. Perekonomian yang belum mendukung dan belum sampai pada tingkat masyarakat yang sejahtera, pengangguran dari yang terdidik sampai pengangguran yang tidak terdidik, perbedaan peta berfikir yang ekstrim yang berdasarkan pada suku, agama, ras dan antar golongan, serta faktor keamanan dianggap sebagai pemicu atau penyebab terjadinya pelanggaran hak asasi manusia atau sebagai penghambat utama upaya penegakkan hak asasi manusia.
Dalam faktor komunikasi dan informasi yang belum digunakan secara maksimal dan secara benar, komunikasi dan informasi yang akurat sangat penting, untuk mengambil dan menghasilkan suatu kebijakan yang berkaitan dengan permasalahan hak-hak warga negara termasuk hak asasi manusia. Sementara itu, dalam faktor kebijakan pemerintah, tidak semua penguasa mempunyai kebijakan yang sama tentang pentingnya hak asasi manusia. Sering kali mereka lupa atau bahkan tidak menghiraukan masalah tentang hak-hak masyarakatdalam menentukan kebijakan.
Dalam faktor perangkat perundangan, peraturan perundang-undangan tentang hak asasi manusia di indonesia sudah banyak, namun dirasa masih belum cukup, termasuk yang tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dengan amandemen. Sebagai contoh adalah masalah interpretasi antara pasal 28 J dengan pasal 28 I tentang hak hidup yang tidak boleh dikurangi. Dalam faktor aparat dan penindakannya (law enforcement), masih banyaknya permasalahan pada birokrasi pemerintahan Indonesia, tingkat pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat yang dinilai masih belum layak, aparat penegak hukum yang mengabaikan prosedur kerja sering membuka peluang terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Dalam penerapannya Hak Asasi Manusia harus senantiasa berdampingan dengan Kewajiban Asasi Manusia, keduanya seperti dua sisi dari mata uang yang sama. Kewajiban Asasi manusia adalah kewajiban-kewajiban dasar yang pokok yang harus dijalankan oleh manusia dalam kehidupan bermasyarakat, seperti kewajiban untuk tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, kewajiban untuk membangun dan mengembangkan kehidupan, kewajiban untuk saling membantu, kewajiban untuk hidup rukun, kewajiban untuk bekerja sehubungan dengan kelangsungan hidupnya (Kartasapoetra, 1978). Dalam pasal 28 J disebutkan: Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (ayat 1). Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis (ayat 2).
Dari pasal 28 J tersebut jelas bahwa disamping hak asasi manusia, juga setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain, yang mengandung arti bahwa setiap orang wajib memenuhi kewajiban asasinya. Karena setiap hak asasi melekat kewajiban asasi.
Hak Asasi Manusia dan Demokrasi tidak dapat dipisahkan. Demokrasi yang memperjuangkan hak atas kebebasan menyatakan pendapat, berserikat dan berpartisipasi aktif dalam menentukan penyelenggaraan Negara merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia juga. Salah satu ciri pokok Negara yang menghormati Hak Asasi Manusia adalah Negara yang demokratis. Sebaliknya sebuah Negara yang demokratis adalah Negara yang menghormati Hak Asasi Manusia. Pelaksanaan supremasi hukum dan demokrasi, pendekatan hukum dan dialogis harus dikedepankan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masyarakat yang demokratis (Muqoddas, Luthan & Miftahudin, 1992).
Dengan banyaknya kejadian yang mengarah kepada pelanggaran terhadap hak asasi manusia, menunjukkan bahwa manusia Indonesia (masyarakat, penyelenggara negara dan penegak hukum) belum memahami apa arti sebenarnya hak-hak asasinya (termasuk kewajiban-kewajiban asasinya). Selengkap dan sebaik apapun peraturan perundang-undangan yang mengatur Hak Asasi Manusia hanya akan bernilai bila dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Adanya peraturan perundangu ndangan sudah seharusnya dan sewajarnya untuk dilaksanakan dan ditegakkan. Sistem peradilan yang tidak memihak dan menjatuhkan hukuman kepada yang bersalah berdasarkan atas hukum yang benar dan dijalankan sesuai dengan prosedur hukum yang benar. Hak asasi manusia akan bisa berjalan dengan baik kalau setiap warga negara atau setiap manusia menjalankan haknya dengan mengingat kewajiban-kewajibannya. Hak asasi manusia akan berjalan dengan baik apabila setiap manusia menyadari bahwa ada orang lain yang mempunyai hak yang sama dengan dirinya dengan kata lain bahwa hak asasi manusia akan berjalan dengan baik apabila hak asasinya itu dibatasi oleh hak asasi orang lain. Peraturan perundang-undangan adalah sebagai tools of law enforcement bagi penegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Hak asasi manusia akan lebih berjalan atau bisa dijalankan dengan lebih baik dalam suasana perikehidupan bangsa yang demokratis, karena negara yang demokratis senantiasa mendasarkan hukum dalam praktek kenegaraannya, senantiasa menghormati hak-hak warga negaranya dan adanya partisipasi warga negara dalam hal pengambilan kebijakan-kebijakan publik.
Dari kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan agar: (1) pemerintah bersama-sama dengan masyarakyatnya harus senantiasa berusaha untuk meningkatkan kesadaran akan rasa kemanusiaan yang tinggi, sehingga tercipta masyarakat yang selaras, seimbang dalam menjalankan hak-hak serta kewajibannya; (2) pemerintah menciptakan aparatur hukum yang bersih, dan tidak semena-mena dalam menjalankan tugasnya; (3) memberikan sanksi yang tegas bagi pelanggar Hak Asasi Manusia; (4) penanaman nilai-nilai etika dan keagamaan pada semua lapisan masyarakat.
COMMENTS